Sungguh Beruntung Orang-Orang yang Beriman


Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu:

  1. Orang yang khusyuk dalam shalatnya
  2. dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) tidak berguna
  3. dan orang yang menunaikan zakat
  4. dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela, tetapi barangsiapa mencari dibalik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
  5. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya,
  6. serta orang yang memelihara shalatnya

Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (Surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

(QS Al-Mu’minun: 1-11)
Yaa Rabb, jadikan kami termasuk di dalamnya, Amien..

Hey Kamu!


Hey Kamu!!

sapu-lidi-kebersamaan-ukhuwah-jamaah-manfaat

Iya.. Kamu..

sapu-lidi-kebersamaan-ukhuwah-jamaah-manfaat

Apa yang bisa kamu lakukan seorang diri?

sapu-lidi-kebersamaan-ukhuwah-jamaah-manfaat

Tidakkah kau ingin bergabung dengan mereka?

sapu-lidi-kebersamaan-ukhuwah-jamaah-manfaat

sapu-lidi-kebersamaan-ukhuwah-jamaah-manfaat

Bergabunglah bersama mereka, bersihkan segala hal yang merusak, dan jadikan bumi ini layak untuk dihuni.

sapu-lidi-kebersamaan-ukhuwah-jamaah-manfaat

Dan ingatlah..

Alam ini bukan warisan nenek moyang, tapi titipan anak cucu kita.

(Bang Idin)

Lakukan Saja


Kapasitas seseorang dibangun atas dasar ketekunan dan disiplin yang baik. Beberapa tokoh negeri ini seperti Pak Habibie dan Pak Yohanes Surya misalnya. Mereka sepakat bahwa kemampuan seseorang terbentuk dari disiplin yang baik.

Jika hanya keinginan sesaat, mood saja yang dijadikan alasan beramal, maka kita takkan pernah bisa memfokuskan hasil yang ingin kita upayakan. Belum selesai rencana yang A, sudah berhenti sebelum dilakukan, alasannya ‘masih perlu belajar lagi’, padahal mencoba melakukan adalah bagian dari pembelajaran. Tak apalah kita gagal saat ini, asalkan gagal itu bisa diketahui dengan waktu yang singkat, hingga kita masih memiliki sisa waktu yang cukup luang untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.

Jika para penulis buku bertindak hanya karena ‘mood’ saja, maka tak ada buku yang bisa diterbitkan lalu ilmu itu tersebar karenanya.

Jika pemuda flamboyan yang membenci pertempuran dan lebih suka bermain dengan hobi-hobinya tak memaksa diri untuk mempersiapkan jiwa dan raganya untuk berjuang, maka takkan ada Salahudin Al-Ayubi  yang menyebarkan Islam di jantung Yerussalem.

Jalan pemaksaan diri dalam maknanya yang positif. Sunnah kehidupan menegaskan adanya pintu keharusan dan pemaksaan. Bagi mereka yang secara sadar memilihnya, ada lompatan yang mengantar mereka pada mutu diri yang lebih tinggi. Berbuka terasa nikmat karena kita berpuasa. Yang manis terasa lebih menggigit karena kepahitan telah kita telan. ”Mawar merekah indah”, kata Jalaluddin Ar Rumi, ”Karena awan-awan merelakan diri jatuh ke bumi.”

Salim A Fillah

Jangan Lupa Sholat(?)


Bekerjalah yang tekun, dengan keras, keluarkan semua tenaga dan kemampuan berpikir tapi jangan lupa untuk sholat, jangan lupa untuk ibadah.

Mindset seperti itu keliru..

Harusnya;

beribadahlah dengan tekun — tapi jangan lupa untuk istirahat.

pelajari berbagai ilmu untuk keperluan akhiratmu — tapi jangan lupa untuk makan.

baca, pahami hafalkan dan amalkan Al-Quran — tapi jangan lupa untuk mencari rezeki.

(Ust. Hasan Zuhri)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.. (QS. Al-Qasas: 77)

Usia kita di dunia paling sekitar 60 tahunan, tapi ikhtiar untuk mencari segala kenikmatannya seolah-olah tanpa henti, sedangkan kehidupan kita di akhir nanti adalah abadi, namun persiapannya tidak lebih dari setengah usia kita. Harusnya porsi untuk akhirat jauh lebih banyak daripada porsi untuk dunia. Ada yang bilang kalau kita terlalu sibuk hidup enak tapi lupa mempersiapkan mati enak.

Katanya harus seimbang antara dunia dan akhirat, kenyataannya sepertiga waktu kita habiskan untuk tidur, sepertiganya lagi untuk bekerja, belum lagi kalau ambil lembur. Lalu sepertiganya lagi apa untuk ibadah? engga juga, di kamar mandi satu jam sehari, nonton tv, main sosmed, perjalanan ke tempat keja / usaha, tidur siang,… ah … mungkin kita hanya sisakan 5 menit x 5 kali solat wajib saja untuk ibadah. Lalu dimana letak seimbangnya?

Kiat Menjadi Ikhlas


Apakah ada orang atau tidak ada orang, Allah ada?

Orang tahu atau tidak tahu, Allah tahu tidak?

Orang menghargai atau tidak menghargai kebaikan kita, Allah suka dengan kebaikan kita?

Apakah ada amal yang tidak diketahui Allah?

Apakah ada amal yang tidak dibalas?

Mungkinkah ada yang terlupa / terlewat / tertukar Allah membalas amalan kita?

Mungkinkah ada yang bisa menghalangi balasan dari Allah?

Mau orang menghina sampai dower, silahkan, yang penting urusan kitamah Allah Ridho.

 

Ringkasan Buku TopWords


​Ketika tim membawa masalah, tanyakan padanya tentang solusi yang menurutnya baik, dengan begitu, ketika ada masalah lagi maka dia akan mencoba menyelesaikannya terlebih dahulu.
Good artist copy, great artist steal. (Pablo Picasso)
Apa bedanya copy dan steal? copy meniru persis, steal meniru idenya dan membuat yang lebih baik dari yang ditirunya.

Menetapkan Arah


Saat bingung menentukan ke mana harus berpihak, lihatlah mereka yang menjadi teladan bagimu; kesehariannya, akhlaknya, etikanya, manfaat yang diberikannya. Perhatikan mana yang paling baik perangainya, perhatikanlah mereka sebelum datangnya hari yang penuh dengan kepentingan.

Lihatlah pemilu tahun 2014, atmosfernya begitu terasa, terlihat jelas mana pihak yang memilih A dan memilih B, mana pihak yang tiba-tiba berubah jadi manis dan peduli terhadap masyarakat kecil, padahal kesehariannya hanya memberi kontribusi yang kecil, bahkan — nihil.

Ingatlah, visi kita tak terletak di batas bumi, visi kita menembus sampai ke kehidupan lain setelah kematian.

Sudah seberapa banyak ilmu kita? sebanyak apapun ilmu kehidupan yang sekarang engkau coba raih, pasti jauh lebih banyak ilmu yang dimiliki oleh para guru kita. Mereka sudah hidup lebih lama, mengalami berbagai pengalaman sejarah yang mendebarkan, mengetahui berbagai catatan sejarah yang terlupakan, memahami bahwa banyak dari media kita yang menjadi ‘mainan’ penguasa. Mereka jauh lebih mulia daripada kita. Maka saat mereka marah, saat mereka angkat bicara, berarti ada sesuatu yang besar, ada sesuatu yang penting untuk ditangani bersama. Para ‘lebah’ yang sehari-hari menebar banyak manfaat ini harus memberikan ‘sengatnya’ ketika ada pihak-pihak yang mengganggu.

Ini salah satu fakta sejarah yang banyak tidak diketahui. Mengetahui hal ini akan menjadikan kita lebih waspada.

14907598_1410871085607246_6742031980338934414_n.jpg

Menulis itu untuk Siapa?


Cobalah menulis untuk orang lain, untuk adik-adikmu, untuk temanmu, untuk lawanmu, untuk para seniormu dan untuk orang-orang diluar dirimu. Cobalah menulis untuk mereka, maka tulisanmu hampir takkan pernah selesai.

Jika kamu menulis untuk adik-adikmu maka kau akan dianggap sok bijak.

Jika kamu menulis untuk temanmu maka kamu akan dianggap terlalu menggurui.

Jika kamu menulis untuk lawanmu maka kamu perlu menyiapkan begitu banyak referensi dan data untuk mendebatnya.

Jika kamu menulis untuk seniormu maka kamu akan dianggap melunjak dan ‘sok tahu!’.

Jika kamu menulis untuk sesuatu diluar dirimu, maka kamu akan diperbudak dengan keinginan yang tak henti-hentinya hingga dirimu terjebak dalam kelelahan yang sia-sia.

Lalu untuk siapa kamu menulis? menulislah untuk dirimu sendiri.

Lho!? tidakkah itu terlalu egois?

Maksudnya, menulislah untuk memahamkan, menggurui, memotivasi dirimu sendiri. Pihak yang paling bisa kamu pegang kendalinya adalah dirimu sendiri, bukan hal-hal diluar dirimu.

Bayangkanlah engkau menjadi guru, pengajar, pembimbing bagi dirimu di masa lalu. Setiap apa yang kamu tuliskan adalah hal-hal yang sangat bermanfaat untukmu. Hal-hal yang akan memberikan akselerasi pemahaman terhadap berbagai pengetahuan yang sangat penting. Hal-hal yang akan menghindarkanmu dari kesalahan-kesalahan atau bencana-bencana yang kamu akan hadapi jika tak mengetahuinya. Hal-hal yang akan mengingatkanmu dan menjadi cambuk di saat kamu khilaf. Hal-hal yang akan membuatmu mengatakan, “Seandainya aku mengetahui ini dari dulu..”.

Tulisanmu takkan terlalu bijak, takkan terlalu sok tahu, takkan terlalu teoritis, takkan terlalu harus sempurna dengan berbagai rentetan referensi dan data yang malah akan memusingkanmu sendiri. Tulisanmu akan berada pada kadar yang paling pas karena itu dibuat dari perjalanan hidupmu, dari pelajaran-pelajaran yang mengubah caramu memandang kehidupan.

Jika ada orang lain yang mendapat manfaat darimu atas ilmu yang kamu tulis untuk menggurui dirimu sendiri, maka itu bonus. Semoga pahala terus mengalir atas kebaikan dan manfaat yang kamu bagi lewat tulisan-tulisanmu.

Jika ada yang salah atas tulisanmu di masa lalu, maka perbaiki saja, dan kamu mendapat pemahaman baru, jangan terlalu hirau dengan celaan dan ejekan yang dilontarkan orang, selama kamu yakin itu baik — lakukanlah, lanjutkanlah, perjuangkanlah.

Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.”

(HR. Ahmad (4/227-228), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (22/147), dan Al Baihaqi dalam Dalaailun-nubuwwah (6/292))

Bangun. Membangun.


Hari ini kamu dibangunkan olehnya, seseorang yang begitu santun, peduli, dan sangat berempati atas semua keluhan-keluhanmu.

Hari ini dia yang membangunkan, tapi tak selalu dia yang bangun lebih awal. Terkadang temanmu yang lain, tapi ketika temanmu yang lain itu bangun, kondisinya berbeda. Ia bangun hanya untuk membuka telepon genggamnya, melihat-lihat barangkali ada pesan yang masuk. Setelahnya, ia pergi ke kamar mandi, berwudhu, dan sholat. Sendiri. Pikirnya, suara adzan harusnya sudah mampu bangunkan temannya yang masih tertidur. Pikirnya, tak perlu repot-repot lagi bangunkan yang lain, harusnya temannya yang masih tertidur memiliki kemauan sendiri untuk bangun.

Ia pun pergi ke masjid. Sendiri. Meninggalkan yang lain dalam nikmat tidurnya, tanpa ada rasa bersalah karena tak membantu membangunkan, buang-buang waktu pikirnya. Dibangunkanpun tak akan bangun. Percuma.

Di kesempatan yang lain, engkaulah yang bangun. Temanmu yang lain masih terlelap. Kau pernah mengalami bagaimana rasanya tak dibangunkan, bagaimana rasanya tak diingatkan, seakan teman yang tak membangunkan dan mengingatkanmu itu tak ada, karena hadirnya dan tiadanya tak memberi pengaruh apapun padamu. Tapi sekarang kamu yang bangun lebih awal.

Akankah kamu mendiamkan mereka untuk terlalap tidur? sebagai bentuk balas dendam — mungkin.

Ataukah kamu akan membangunkan mereka? meskipun terlihat sia-sia?

Tentu insan terbaik adalah mereka yang membalas keburukan dengan kebaikan dan membalas kebaikan dengan kebaikan yang lebih besar lagi. Tentu kamu akan membangunkan mereka.

Lalu, siapa yang lebih dulu akan kamu bangunkan?
apakah temanmu yang pertama? yang membangunkanmu dan membangunkan teman-teman lainnya, atau yang kedua, yang nikmat bangunnya hanya dinikmati untuk dirinya? Tentu kamu akan lebih senang membangunkan temanmu yang pertama. Kenapa? Karena dengan ia bangun, maka kamu tahu, dia akan membangunkan temannya yang lain.

Dan Allah pun melakukan hal yang sama untuk makhluknya. Saat mereka yang diberi nikmat membagi nikmat itu pada makhluk lainnya, maka Allah akan memberinya nikmat yang lebih besar lagi, karena Allah tahu, kamu akan memberikan kemanfaatan yang lebih luas ketika Ia memberikan nikmat-Nya.

“Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.”
(Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu)