Menulis itu untuk Siapa?


Cobalah menulis untuk orang lain, untuk adik-adikmu, untuk temanmu, untuk lawanmu, untuk para seniormu dan untuk orang-orang diluar dirimu. Cobalah menulis untuk mereka, maka tulisanmu hampir takkan pernah selesai.

Jika kamu menulis untuk adik-adikmu maka kau akan dianggap sok bijak.

Jika kamu menulis untuk temanmu maka kamu akan dianggap terlalu menggurui.

Jika kamu menulis untuk lawanmu maka kamu perlu menyiapkan begitu banyak referensi dan data untuk mendebatnya.

Jika kamu menulis untuk seniormu maka kamu akan dianggap melunjak dan ‘sok tahu!’.

Jika kamu menulis untuk sesuatu diluar dirimu, maka kamu akan diperbudak dengan keinginan yang tak henti-hentinya hingga dirimu terjebak dalam kelelahan yang sia-sia.

Lalu untuk siapa kamu menulis? menulislah untuk dirimu sendiri.

Lho!? tidakkah itu terlalu egois?

Maksudnya, menulislah untuk memahamkan, menggurui, memotivasi dirimu sendiri. Pihak yang paling bisa kamu pegang kendalinya adalah dirimu sendiri, bukan hal-hal diluar dirimu.

Bayangkanlah engkau menjadi guru, pengajar, pembimbing bagi dirimu di masa lalu. Setiap apa yang kamu tuliskan adalah hal-hal yang sangat bermanfaat untukmu. Hal-hal yang akan memberikan akselerasi pemahaman terhadap berbagai pengetahuan yang sangat penting. Hal-hal yang akan menghindarkanmu dari kesalahan-kesalahan atau bencana-bencana yang kamu akan hadapi jika tak mengetahuinya. Hal-hal yang akan mengingatkanmu dan menjadi cambuk di saat kamu khilaf. Hal-hal yang akan membuatmu mengatakan, “Seandainya aku mengetahui ini dari dulu..”.

Tulisanmu takkan terlalu bijak, takkan terlalu sok tahu, takkan terlalu teoritis, takkan terlalu harus sempurna dengan berbagai rentetan referensi dan data yang malah akan memusingkanmu sendiri. Tulisanmu akan berada pada kadar yang paling pas karena itu dibuat dari perjalanan hidupmu, dari pelajaran-pelajaran yang mengubah caramu memandang kehidupan.

Jika ada orang lain yang mendapat manfaat darimu atas ilmu yang kamu tulis untuk menggurui dirimu sendiri, maka itu bonus. Semoga pahala terus mengalir atas kebaikan dan manfaat yang kamu bagi lewat tulisan-tulisanmu.

Jika ada yang salah atas tulisanmu di masa lalu, maka perbaiki saja, dan kamu mendapat pemahaman baru, jangan terlalu hirau dengan celaan dan ejekan yang dilontarkan orang, selama kamu yakin itu baik — lakukanlah, lanjutkanlah, perjuangkanlah.

Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.”

(HR. Ahmad (4/227-228), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (22/147), dan Al Baihaqi dalam Dalaailun-nubuwwah (6/292))